Melihat berkali-kali secara langsung saat "pengajian" bareng beliau di Surabaya maupun Gresik, namun hanya sekali saja aku berhasil menjabat tangan Cak Nun, yaitu pada tadi malam, saat aku bermimpi bersama Cak Nun.
Mimpinya seperti terasa nyata, dan aku memang inginkan pertemuan tadi malam menjadi kenyataan. Beliau dengan saya saling bersalaman kemudian bertutur bahwasannya saya pandai pidato dan orasi. Lha kok si Cak Nun kawe ini lucu, saya ini sangat pemalu kok bisa-bisanya pandai pidato dan orasi.
Tak berhenti sampai disitu saja, hingga aku dipanggil oleh Cak Nun, ingin diberitahukan atau apalah itu namanya, pokoknya saya merasakan pada waktu itu duduk bersila di depan orang-orang yang tidak saya kenal. Dan mereka menyebut-nyebut angka 6 atau mungkin keenam. Saya lupa.
Yang sangat saya khawatirkan ialah apakah Cak Nun hendak berhenti atau dihentikan oleh dirinya sendiri (entah mengapa dalam mimpi pun, orang bisa berprasangka. Atau inikah rasanya mengendalikan perasaan dalam mimpi).
Saat Cak Nun mengadakan acara di serambi mekkah atau Aceh (entah juga kenapa mesti di Aceh), saya menghadiri acara beliau disana. Namun, karna kelelahan perjalanan, waktu bergulirnya acara, saya pun tertidur.
Tolong... ini hanya mimpi. Bunga tidur kata orang-orang bilang. Dan saya ingin bunga itu harum semerbak terus, hingga tinggal satu kelopak bunga saja pun.
No comments:
Post a Comment