Air Keruh ...
Mungkin dua kata tersebut pas disematkan kepada diriku.
Air keruh, air kotor yang bila bercampur dengan air bersih maka akan merubah air bersih itu menjadi air keruh pula.
Akulah air keruh, manusia kotor yang bila bercampur dengan manusia-manusia baik, cepat ataupun lambat, sadar maupun tanpa sadar manusia baik tersebut menjadi kotor pula seperti diriku.
Sehingga aku singkirkan diriku dari orang-orang baik sekitarku, menjerit meradang dalam diri. Aku takut bila stok orang-orang baik di muka bumi ini berkurang bila aku tempatkan diriku ditengah-tengah mereka.
Ada sebuah praktis ilmiah menerangkan "bila ada air keruh dalam satu gelas, maka guyur terus menerus dengan air bersih hingga tumpah hingga hilang air keruh itu. Lalu jadilah tertinggal air bersih dalam gelas tersebut."
Akupun takut, bila diriku berada dalam suatu kondisi dimana diriku sudah nyaman, kemudian berganti bertambah terus bertambah orang-orang baik pada kondisi tersebut maka aku akan terbuang tersingkir "terinjak" dan tak punya tempat lagi hanya untuk sekedar berteduh dengan payung yang disebut teman.
Pun juga, seperti berita cerita sekarang. Buat apa mengunjungi tempat wisata air, yang air itu keruh. Sepi sungguh sepi tempat wisata.
Dan begitu pula diriku, buat apa orang-orang yang ku sebut teman (padahal mereka tak menyebutku teman sama sekali) mendatangiku mengunjungiku bila diriku keruh. Ternoda, bahkan lebih jijik dari nanah, pun bahkan perilakuku seperti karang menorehkan luka.
Sungguh diriku Air Keruh, ku menyingkir sendiri ataupun ku tersingkir oleh kondisi. Tetap, aku menjadi terkucil. Seperti bermain petak umpet, diriku yang jaga diriku pula yang ku cari.
Mungkin dua kata tersebut pas disematkan kepada diriku.
Air keruh, air kotor yang bila bercampur dengan air bersih maka akan merubah air bersih itu menjadi air keruh pula.
Akulah air keruh, manusia kotor yang bila bercampur dengan manusia-manusia baik, cepat ataupun lambat, sadar maupun tanpa sadar manusia baik tersebut menjadi kotor pula seperti diriku.
Sehingga aku singkirkan diriku dari orang-orang baik sekitarku, menjerit meradang dalam diri. Aku takut bila stok orang-orang baik di muka bumi ini berkurang bila aku tempatkan diriku ditengah-tengah mereka.
Ada sebuah praktis ilmiah menerangkan "bila ada air keruh dalam satu gelas, maka guyur terus menerus dengan air bersih hingga tumpah hingga hilang air keruh itu. Lalu jadilah tertinggal air bersih dalam gelas tersebut."
Akupun takut, bila diriku berada dalam suatu kondisi dimana diriku sudah nyaman, kemudian berganti bertambah terus bertambah orang-orang baik pada kondisi tersebut maka aku akan terbuang tersingkir "terinjak" dan tak punya tempat lagi hanya untuk sekedar berteduh dengan payung yang disebut teman.
Pun juga, seperti berita cerita sekarang. Buat apa mengunjungi tempat wisata air, yang air itu keruh. Sepi sungguh sepi tempat wisata.
Dan begitu pula diriku, buat apa orang-orang yang ku sebut teman (padahal mereka tak menyebutku teman sama sekali) mendatangiku mengunjungiku bila diriku keruh. Ternoda, bahkan lebih jijik dari nanah, pun bahkan perilakuku seperti karang menorehkan luka.
Sungguh diriku Air Keruh, ku menyingkir sendiri ataupun ku tersingkir oleh kondisi. Tetap, aku menjadi terkucil. Seperti bermain petak umpet, diriku yang jaga diriku pula yang ku cari.
No comments:
Post a Comment