masih ingatkah kamu, kekasihku ?
ada bangsa pendiam di tengah kota yang cawangnya digantungi dengan nama-nama
pasangan muda-mudi, udzur yang ditinggal mati
siapa yang berlaku jatuh atau patah hati pernah mengikatkan janjinya pada ketinggian yang toska
harapan tumbuhnya hubungan yang tanpa usikan dan tanpa terudar
sementara di bawahnya, meningkar kanopi sebagai restu untuk saling menemukan
ku sebut tempat manusia saling memberi tanda
kita pun pernah berpiknik di atas pemakaman yang rimbu itu, sayang...
saling mengenal sementara kita menamai jasad-jasad tua
memahat epitaf dengan berbagai peristiwa
semesta macam bapak yang menjaga seorang anak; menyumbang cuaca yang paling tanak
gerimis wangi musim panas adalah berkah bagi serangga penyanyi yang berumah di dalam tanah
angin yang tak pernah marah, dan senja merah yang menyulam hati-hati turangga menjadi malam
masih ingatkah kamu, kekasihku ?
kisah klasik tentang kemarahan yang sudah namun belum habis suara
kesakitan yang berumur panjang bila tak ada yang mau mengalah
maka sebatang kecil Laurel yang merupa menjadi pohon ingatan
tempat manusia membumikan kenangan lalu menemukan kenangannya yang lain
aku mengingat keasyikan akan sebuah perjanjian
bahkan... sampai manusia mempertanyakan perihal kekekalan
bangsa pendiam itu sekarang lelayu;
tinggal sebuah tunggak dan menjadi agama baru
manusia berdoa dari tubir pembatas dan berterima kasih
karena usia cinta mereka kini hidup abadi dalam buku-buku
aku berdiri di sisimu dengan pertanyaan tadi
dahulu... Masih ingatkah kamu, kekasihku?
aku masih dengan pernyataan yang dinisba oleh kemarin
"aku tetap mencintaimu"
meski pohon ingatan telah ditebang oleh sesiapa
dan bagiku butuh lebih dari berlembar kesabaran
Sungguh.
untuk membacamu, aku tak butuh sebentuk ketaatan
ada bangsa pendiam di tengah kota yang cawangnya digantungi dengan nama-nama
pasangan muda-mudi, udzur yang ditinggal mati
siapa yang berlaku jatuh atau patah hati pernah mengikatkan janjinya pada ketinggian yang toska
harapan tumbuhnya hubungan yang tanpa usikan dan tanpa terudar
sementara di bawahnya, meningkar kanopi sebagai restu untuk saling menemukan
ku sebut tempat manusia saling memberi tanda
kita pun pernah berpiknik di atas pemakaman yang rimbu itu, sayang...
saling mengenal sementara kita menamai jasad-jasad tua
memahat epitaf dengan berbagai peristiwa
semesta macam bapak yang menjaga seorang anak; menyumbang cuaca yang paling tanak
gerimis wangi musim panas adalah berkah bagi serangga penyanyi yang berumah di dalam tanah
angin yang tak pernah marah, dan senja merah yang menyulam hati-hati turangga menjadi malam
masih ingatkah kamu, kekasihku ?
kisah klasik tentang kemarahan yang sudah namun belum habis suara
kesakitan yang berumur panjang bila tak ada yang mau mengalah
maka sebatang kecil Laurel yang merupa menjadi pohon ingatan
tempat manusia membumikan kenangan lalu menemukan kenangannya yang lain
aku mengingat keasyikan akan sebuah perjanjian
bahkan... sampai manusia mempertanyakan perihal kekekalan
bangsa pendiam itu sekarang lelayu;
tinggal sebuah tunggak dan menjadi agama baru
manusia berdoa dari tubir pembatas dan berterima kasih
karena usia cinta mereka kini hidup abadi dalam buku-buku
aku berdiri di sisimu dengan pertanyaan tadi
dahulu... Masih ingatkah kamu, kekasihku?
aku masih dengan pernyataan yang dinisba oleh kemarin
"aku tetap mencintaimu"
meski pohon ingatan telah ditebang oleh sesiapa
dan bagiku butuh lebih dari berlembar kesabaran
Sungguh.
untuk membacamu, aku tak butuh sebentuk ketaatan
(sumb er deehw ang)